Lupakan Tinder, Yuk Beralih ke LinkedIn

kondisi nanggung semester tua kali ini harus benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Ikut kepanitiaan sudah uzur, disambi kerja jadinya berat karena beban tugas semakin meningkat. Jika tidak dilakukan, mbendol mburi, dunia pasca-campus terlihat lebih suram dan tanpa arah.

belakangan ini saya install banyak aplikasi, saya icipi satu persatu. menariknya, tiap media punya karakter masing-masing. ada yang bikin insecure, ada tempat buat sambat, serta ada juga tempat untuk berbagi ide dan pemikiran. macem-macem deh.

diantara banyak itu, saya menemukan aplikasi yang bisa mempertemukan kita dengan jodoh.

jodoh adalah bagian dari rahasia takdir, ketentuan yang telah ditetapkan semasa manusia masih berada di dalam rahim, sebagaimana halnya rezeki & maut. tetapi, layaknya IPK 4.0, jodoh tidak akan datang kalau tidak dicari.

kalau buka di KBBI, ada tiga makna leksikal. orang yang tepat menjadi suami/istri, sesuatu yang cocok, serta sekedar tepat dan cocok. kita pakai yang dua terakhir ya, hehe.

nama aplikasi yang saya maksud adalah LinkedIn. sebagian besar penggunanya adalah profesional yang memiliki latar belakang bisnis.

ajaibnya, feedbacknya lebih positif. di aplikasi jodoh ini usernya ambisius dan penuh semangat. ketika mulai terhubung, saya lho di chat duluan, beda lagi kalo di Tinder.

sebelum terkoneksi, mereka menganalisa dulu siapa lawan bicaranya dari CV DIGITAL yang kita pampang. ketika menemukan celah, mereka beraksi dengan ajakan yang lebih persuasif daripada opening chat halo kak, p, dan assalamualaikum.

baru seminggu saya aktif di LinkedIn. tidak butuh waktu lama, ada relasi yang mengajak berkolaborasi untuk acara bedah buku miliknya. satunya lagi merasa menemukan tempat yang selama ini dia cari-cari melalui Warawaraproject. lainnya ajakan yang lebih personal terkait visi kami yang ternyata searah.

usap-usap di LinkedIn juga memberikan perspektif baru, kebanyakan tulisan mereka adalah sari pati pengalaman yang disampaikan dengan lugas dan menginspirasi. mereka berbagi mengenai pandangan pribadi terhadap fenomena, pengalaman pahit yang kalau bisa kamu jangan mengalami, serta nasihat dan saran kritis biar kamu tidak menyesal suatu saat nanti.

bagi saya LinkedIn adalah pusaka. ujung tombak sebuah jawaban dari setiap keresahan yang saya alami. memang, selama ini saya selalu mencari-cari tempat dimana bisa upgrade skill tanpa takut orang merasa terintimidasi dan menilai kita sombong.

LinkedIn bukanlah tempat untuk untuk orang-orang pesimis dan suka menyalahkan keadaan. LinkedIn adalah tempat bagi mereka yang suka berkarya dan selalu bereksperimen lebih baik dengan kehidupan mereka sendiri. sekian dan terimakasih.

Satu respons untuk “Lupakan Tinder, Yuk Beralih ke LinkedIn

  1. Alid Abdul berkata:

    Secara penggunaan Tinder dan Linkedin sangat jauh fungsinya sih. Aku sendiri nggak pakai Linkedin dengan maksimal. Cuma sign up, isi profil ala kadarnya. Udah hehehe.
    Betewe mbaknya buka-buka KBBI ya? Coba dibuka, yang benar itu sekedar apa sekadar ehehehe 🙂

    Suka

Tinggalkan komentar